Dinas Kesehatan Kalteng Gelar Pertemuan Strategis Penanganan HIV dan TBC untuk Masyarakat Sehat
![](https://kaltengterkini.co.id/wp-content/uploads/2024/10/WhatsApp-Image-2024-10-24-at-23.36.08-1024x678.jpeg)
PALANGKA RAYA, KALTENGTERKINI.CO.ID – Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Tengah menggelar Pertemuan “HIV dan TB Joint Planning At Provincial Level” Tahun 2024 di Hotel Fovere, Palangka Raya, pada Rabu (23/10/2024). Kegiatan ini dibuka oleh Plt. Kasie Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, Lilyk Rakhmawaty, mewakili Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalteng.
Dalam sambutannya, Lilyk menekankan bahwa Tuberkulosis (TBC) masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius, baik di dunia maupun di Indonesia, yang saat ini menempati urutan kedua sebagai negara dengan beban TBC tertinggi. Ia mengungkapkan bahwa TBC merupakan penyebab utama kematian pada Orang dengan HIV (ODHIV).
“TBC adalah infeksi oportunistik yang umum terjadi dan menjadi penyebab utama kematian pada ODHIV. Kementerian Kesehatan bersama lembaga terkait telah menyusun ‘Petunjuk Teknis Kolaborasi TBC HIV’ sebagai acuan bagi petugas layanan kesehatan dan pengelola program, untuk memastikan kolaborasi berjalan sinergis,” ungkapnya.
Lilyk juga menjelaskan bahwa HIV-AIDS dan TBC merupakan dua isu kesehatan masyarakat yang saling terkait, dengan target untuk diakhiri pada tahun 2030. Di daerah dengan beban ganda TBC dan HIV, risiko ODHIV untuk mengalami TBC cukup tinggi, terutama karena rendahnya angka pemeriksaan HIV pada pasien TBC di Kalteng.
Sebagai contoh, capaian di Provinsi Kalteng per Juni 2024 menunjukkan bahwa hanya 41% pasien TBC mengetahui status HIV mereka, jauh di bawah target 85%. Selain itu, hanya 20% pasien TBC-HIV yang menerima terapi antiretroviral (ART) dari target 95%, dan 6% ODHIV baru mendapatkan terapi pencegahan tuberkulosis (TPT) dari target 55%.
“Untuk menanggulangi permasalahan ini, dibutuhkan upaya kolaboratif antara program TBC dan HIV. Kami berharap dapat menyusun rencana strategis bersama, menentukan tujuan, target, dan tanggung jawab masing-masing pihak. Dengan konsep one stop service, diharapkan pasien dengan TB-HIV dapat diobati secara tepat, sehingga angka ‘Loss To Follow Up’ bisa diminimalkan,” tutupnya.