Tito Karnavian: Inflasi 1,84% Terendah Sepanjang Sejarah Indonesia

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian saat memimpin rapat koordinasi pengendalian Inflasi secara virtual. (foto/Ceta D. Cahyono)

PALANGKA RAYA, KALTENGTERKINI.CO.ID – Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan inflasi pada tahun 2024 merupakan terendah sepanjang sejarah Indonesia di berbagai masa pemerintahan. Hal tersebut diungkapkannya saat menghadiri rapat koordinasi pengendalian inflasi secara virtual di Gedung Sasana Bhakti. Senin, (7/10/2024).

Pada Inflasi year on year (September 2024 terhadap September 2023) di angka 1,84%. Ini menunjukkan penurunan dari September 2022 (5,95%) dan September 2023 (2,28%). Sedangkan inflasi month to month (September 2024 terhadap Agustus 2024) berada di angka -0,12%

“Ini adalah angka terendah semenjak Indonesia merdeka, menyentuh di angka satu. Selama ini belum pernah,” ungkapnya.

Berdasarkan data yang diperlihatkan saat rapat, tren tingkat inflasi mulai November 2004 sampai November 2009 rata-rata 9,90%. Kemudian November 2009 sampai Oktober 2014 turun menjadi 5,62%.

Setelah itu pada November 2014 sampai Oktober 2009 turun menjadi 4,14%. Serta November 2019 sampai Agustus 2024 turun menjadi rata-rata 2,84%. Hingga saat ini angka 1,48% merupakan terendah di September 2024.

Tito menjelaskan penurunan inflasi ini dipengaruhi faktor daya beli masyarakat turun. Inflasi Year on year merupakan inflasi inti (core inflation) secara umum yang dilihat dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sedangkan inflasi month to month merupakan komponen utama yang dilihat dari komoditas yang harga bergejolak. Komponen tersebut yang dipengaruhi suplai, permintaan, distribusi. Inflasi inti ini yang akan mempengaruhi inflasi year on year.

“Kita lihat di sini deflasi di sektor transportasi (-0,16) makanan, minuman dan tembakau (-0,59), informasi dan jasa keuangan (-0,01). Ini bisa menjawab bahwa deflasi -0,12% month to month akan berdampak pada inflasi year on year (1,84%) sehingga menjadi the lowest (inflasi terendah),” sebutnya.

Lebih lanjut dikatakannya, inflasi ini (disebut) terendah yang baik, karena yang turun adalah harga sektor pangan, sementara daya beli makanan minuman di inflasi inti (year on year) masih meningkat di angka 2,57%. Pangan merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi manusia, sehingga daya beli yang stabil dengan kondisi deflasi termasuk kondisi yang bagus.

“Yang tidak boleh terjadi, kalau seandainya makanan minuman terjadi inflasi tinggi, sedangkan komoditas selain pangan (makanan minuman) malah terjadi deflasi. Tapi deflasi ini juga problem, negara kita bukan hanya konsumen, tapi produsen. Kalau deflasinya terlalu dalam yang senang adalah pembeli. Tapi masyarakat di kelas produsen mereka bisa rugi, kekurangan bahkan tidak bisa menutupi cost operasional,” tuturnya.

Untuk itu pada rapat kali ini Tito tetap menekankan bagi kerja sama seluruh pemangku kepentingan dari kementerian/lembaga dan pemerintah provinsi/kabupaten/kota untuk terus bersama mengendalikan inflasi.

“Terima kasih banyak kepada kementerian lembaga yang tidak henti untuk menjaga inflasi. Di balik hal positif ini, ini merupakan angka hasil kerja pemerintah pusat dan daerah, terima kasih juga kepada Pemprov dan Pemkab, walaupun hasilnya tidak sama. Rapat seperti ini akan tetap dilanjutkan, karena ini merupakan interaksi pusat dan daerah dengan tetap memasukkan isu-isu inflasi terbaru,” tutupnya.

EDITOR:Edwandani


SUMBER: