Tak Kunjung Direalisasikan Hak Masyarakat, Warga 7 Desa Tuntut Plasma Ke PT MSM.  M. Abadi : Saya Siap Turun ke Jalan

M. Abadi, SP

SAMPIT, KALTENGTERKINI.CO.ID. – Tak Kunjung direalisasikan hak masyarakat terkait aturan plasma 20 Persen kepada warga, masyarakat hingga anggota dewan merasa gerah dengan ulah perusahaan Perkebunan Sawit yang seolah-olah mangabaikan aturan tersebut dan bersama masyarakat anggota dewan pun akan turun tangan.

Tujuh (7) Desa yang terdiri dari Desa Baampah, Pahirangan, Tanjung Bantur, Kawan Batu, Desa Kenyala, Desa Penda Durian dan Desa Tangar di Kecamatan Mentaya Hulu Kabupaten Kotawaringin Timur menuntut pihak PT Mentaya Sawit Mas (MSM) atau Wilmar Group supaya segera merealisasikan pola kemintraan (Plasma) kepada masyarakat di tujuh desa tersebut.

“Saya akan turun langsung sebagai kaordinator aksi demo pada Senin 14/11/2022 nanti, dan masa diharapkan kumpul didesanya masing-masing sambil mrnunggu petunjuk selanjutnya” ujar M. Abadi yang juga menjabat sebagai Anggota Komisi I DPRD Kotim ini .

Lebih lanjut dia mengatakan tuntutan masyarakat kepada PT MSM Wilmar Gruop ini ialah plasma yang sudah punya dasar hukum yang jelas, sehingga tidak ada alasan buat perusahaan tidak merealisasikannya.

“Kami hanya menuntut plasma nantinya dan demonya akan dilakukan di kantor perwakilan perusahaan Mentaya Hulu ini”,  jelas Abadi, Senin (7/11/2022).

Ditambahkannya, ada banyak aturan hukum yang mengatur perusahan membangun plasma salah satu nya ialah Peraturan Daerah (Perda) milik Pemerintah Daerah Kabupaten Kotawaringin Timur nomor 5 tahun 2011 terkait pola kemitraan yang saat ini ternyata belum berlaku secara maksimal, pasalnya sampai saat ini masih marak tuntutan masyakat dalam hal pola kemitraan.

Padahal lanjutnya, jelas Perda tersebut berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) nomor 26 tahun 2007 tentang Pedoman perizinan usaha perkebunan, secara tegas disebutkan ; perusahaan diwajibkan untuk menyediakan lahan seluas 20 persen dari luas lahan Hak Guna Usaha (HGU) miliknya untuk kebun kemitraan atau plasma.

Dalam Permentan Nomor 26 Tahun 2007 masih dianggap multitafsir sebab memang tidak ada ketegasan soal penyediaan lahan plasma, sehingga perlu ada aturan pendukung untuk mempertegasnya salah satunya yaitu melalui Perda Plasma.

Peraturan Menteri Pertanian No 26 tahun 2007 dan diperbaharui Peraturan Menteri Pertanian No 98 tahun 2013 menekankan bahwa sejak Februari 2007, apabila terjadi pembangunan kebun kelapa sawit, perusahaan inti wajib untuk membangun kebun masyarakat di sekitarnya di mana areal lahan diperoleh atau membangun kebun dari lahan masyarakat yang ada di sekitarnya.

‘’Selain itu aturan yang akan dijadikan landasan hukum dari Perda plasma yaitu UU 18/2004 tentang perkebunan, PP 44/1997 tentang Kemitraan, Permentan 26/2007 tentang Pedoman perizinan usaha perkebunan dan Permen Agraria/ Kepala BPN nomor 2/1999 tentang izin lokasi ‘’, jelasnya.

Kemudian Permenkehutan tahun 2011 mengamanatkan 20 persen wajib membangun Kebun Kemitraan berdasarkan Luasan Perizinan.

“Dengan berdasarkan dua buah Peraturan tersebut berarti sejak 2007 hingga yang saat ini masih dalam proses sekarang Perizinan Pelepasan Kawasan maka Hak masyarakat ada di dalamnya inilah yang saat ini belum terealisasi oleh perusahaan itu kemudian keluar lagi peraturan baru oleh presiden Ri tahun 2017 bahwa setiap BPS wajib membangun pola kemintraan .’’ ungkapnya.

Lebih dalam ia mengatakan, Kemudian pemerintah juga telah mencantumkan ketentuan Indonesian Sustainable Palm Oil System (ISPO) dalam UU Perkebunan no 39 tahun 2014 yang mewajibkan perusahaan mengikuti standar pembangunan kebun kelapa sawit yang berkelanjutan dengan mengikuti ketentuan peraturan dan perundang-undangan di Indonesia, yakni perusahaan perkebunan wajib memperhatikan faktor sosial, ekonomi dan lingkungan di mana salah satunya membangun perekonomian dan kesejahteraan masyarakat dengan pembangunan kebun kelapa sawit yang kepemilikan lahannya oleh masyarakat.

EDITOR:Hendra. C


SUMBER: