Program Food Estate Dibawah Kendali dan Pengawasan Langsung dari Presiden Joko Widodo

PALANGKA RAYA, KALTENGTERKINI.CO.ID – Pemerintah Provinsi Kalteng melalui Dinas Kominfosaktik Provinsi Kalteng, Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Peternakan (TPHP) Provinsi Kalteng, Dinas Kehutanan Provinsi Kalteng dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Kalteng, memberi penjelasan mengenai program Food Estate yang terletak di kawasan Kabupaten Kapuas dan Pulang Pisau.
Plt. Kepala Dinas Komunikasi, Informatika, Persandian dan Statistik (DiskominfoSantik) Prov. Kalteng Agus Siswadi mengungkapkan Program Stratesis Nasional Food Estate Kabupaten Pulans Pisau Dan Kabupaten Kapuas Provinsi Kalimantan Tengah secara keseluruhan seluas ±165.000 Hektar
Food estate merupakan rencana pemerintah pusat dan menjadi salah satu dari Proyek Strategis Nasional (PSN) tahun 2020 – 2024 dibawah kendali dan pengawasan langsung dari Presiden Republik Indonesia Bapak lr. H. Joko Widodo dan dituangkan di dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2020 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 Tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional, ungkap Kadis KominfoSantik Provinsi Kalteng, Agus Siswadi pada acara pertemuan dengan sejumlah awak media di aula kantor Dinas Kehutanan Provinsi Kalteng, Senin (27/4/2021).
Pertemuan ini juga dihadiri oleh Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Peternakan (TPHP) Provinsi Kalteng Hj. Sunarti, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kalteng Sri Suwanto dan Plt. Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Kalteng, Vent Christway.
Sementara, Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Peternakan (TPHP) Provinsi Kalteng, Hj. Sunarti mengungkapkan kegiatan ini menjadikan lahan eks-pengembangan lahan gambut (eks PLG) di Provinsi Kalimantan Tengah sebagai bagian rencana dari lokasi program pengembangan tanaman pangan untuk lumbung pangan baru di luar pulau Jawa dan diharapkan mampu menjadi ketahanan pangan nasional.
Menurutnya, Food Estate sebagai desain pertanian modern nasional masa depan merupakan konsep pengembangan pangan yang dilakukan secara terintegrasi mencakup Pertanian, Perkebunan dan Peternakan di suatu kawasan luas yang terdiri dari beberapa klaster bidang pertanian dan peternakan.
Artinya, di suatu kawasan yang sangat luas akan dibangun sentral pertanian secara berkesinambungan dan modern karena proses pertanian dan pengolahan hasilnya akan dikelola dengan pola digital farming dan meminimalisir metode pertanian konvensional menggunakan bajak dan cangkul dengan tenaga manusia.
Food Estate tidak hanya bicara soal padi, jagung dan kedelai tetapi terbagi dalam beberapa klaster yang akan dikembangkan seperti buah-buahan, sayur-sayuran, hortikultura dan peternakan modern terintegrasi. Sehingga ibarat sebuah real estate sudah tersedia fasilitas dengan paket lengkap bagi penghuninya, begitu juga dengan Food Estate yang akan dikembangkan ini, bebernya.
Hal yang paling penting, tambah Sunarti adalah sistem terpadu yang akan memfasititasi semua pihak yang tertibat dalam pengembangan program ini mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan, pengembangan dan pemeliharaan agar tepat guna secara berkelanjutan.
Kegiatan ini tentu sangat membutuhkan sinergi dari beberapa kementerian/lembaga didalam pelaksanaanya baik Kementerian Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat, Kementerian Pertanian, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), serta Kementerian Desa, Pembangunan Desa Tertinggal, Dan Transmigrasi, serta peran Perangkat Daerah/ instansi Vertikal /lembaga di Provinsi Kalimantan Tengah, termasuk unsur TNI dan POLRI serta yang tidak kalah pentingnya adalah peran aktif masyarakat lokal dalam mensukseskan kebijakan yang diharapkan mampu meningkatkan martabat dan kesejahteraan masyarakat Kalimantan Tengah.
Program Food Estate dilaksanakan sebagai upaya pemenuhan ketersediaan pangan dalam negeri yang juga dilandasi upaya pemerintah dalam mendorong pemulihan dan pengembangan ekonomi yang fokus kepada masyarakat sebagai bagian penanganan pandemi covid-19, ujarnya.
Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kalteng Sri Suwanto pun mengatakan lokasi Food Estate yang saat ini telah dilakukan kegiatan lapangan bukan merupakan Kawasan Hutan melainkan berasal dari Areal Penggunaan Lain (APL), namun Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah telah mencadangkan lokasi yang beberapa diantaranya berada pada Kawasan Hutan Lindung (HL).
Lokasi dimaksud telah diajukan kepada Menteri LHK untuk dilakukan Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan dengan mengacu pada pasal 19 UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan dan PP No. 104 Tahun 2015 tentang Tata cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan (Pada saat itu UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja belum ditetapkan).
Mekanisme yang dijalankan oleh KemenLHK adalah terlebih dahulu merubah fungsi Kawasan HL menjadi Kawasan Hutan Produksi, mengingat bahwa belum ada mekanisme untuk perubahan langsung dari Kawasan HL ke APL, terangnya.
Dikatakan, Pasal 39 pada PP No. 104 Tahun 2015 mengatur bahwa perubahan fungsi Kawasan HL menjadi Kawasan Hutan Produksi dilakukan dengan ketentuan bahwa kawasan tersebut tidak memenuhi kriteria sebagai Kawasan HL sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penilaian atas kriteria dimaksud dilakukan oleh tim terpadu dengan mengacu pada Pasal 24 pada PP No. 44 tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan, yang jika nilainya berdasarkan faktor kelas lereng, jenis tanah, dan intensitas hujan berjumlah 175 atau lebih maka termasuk sebagai Kawasan HL.
Penelitian tim terpadu telah dilaksanakan dengan merekomendasikan sebagian dari permohonan Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah yang berada pada Kawasan HL untuk menjadi Kawasan Hutan Produksi Yang dapat Dikonversi (HPK), yang berarti nilainya berdasarkan faktor kelas lereng, jenis tanah tanah, dan intensitas hujan berjumlah 124 atau kurang, teranngya.
Sri Suwanto menambahkan, sebelum berlakunya UU No 11 Tahun 2020, Penyediaan lahan Food Estate dari Kawasan hutan telah memiliki payung hukum yaitu PermenLHK No. 24 tahun 2020 tentang Penyediaan Kawasan Hutan Untuk Pembangunan Food Estate.
Skema yang dapat dijalankan adalah dengan perubahan peruntukan Kawasan Hutan dan penetapan Kawasan Hutan untuk Ketahanan Pangan (KHKP).
Dengan diberlakukannya UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, penyediaan lahan untuk Food estate telah diatur lebih lanjut dalam PP 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan.
Pada pasal 108 pada PP 23 Tahun 2021 telah ada pengaturan mengenai Kawasan Hutan untuk Ketahanan Pangan (KHKP) yang digolongkan sebagai penetapan Kawasan Hutan dengan Tujuan tertentu, bebernya.
Lebih lanjut ditegaskan dalam pasal 114 ayat (2) bahwa KHKP ditujukan untuk kegiatan penyediaan Kawasan Hutan guna pembangunan ketahanan pangan (Food Estate). Sedangkan obyek lokasi penyediaan kawasan hutan untuk pembangunan ketahanan pangan (Food Estate) dengan mekanisme KHKP telah diatur dalam pasal 115 (1) yaitu pada Kawasan Hutan Lindung dan/atau Kawasan Hutan Produksi.
Dengan demikian, sekalipun calon lokasi Food Estate berada pada Kawasan HL, secara hukum telah memiliki dasar untuk proses pelaksanaannya dengan syarat dan ketentuan yang telah diatur.
Secara tegas ia menambahkan, hingga saat ini belum ada lokasi Food Estate yang berada pada Kawasan HL yang telah digarap, mengingat ada mekanisme-mekanisme yang harus ditempuh dalam pelaksanaannya.
Kegiatan Food Estate di Kalimantan Tengah yang akan mencakup areal seluas ±165.000 hektar yang berlokasi di Kabupaten Kapuas dan Kabupaten Pulang Pisau, Provinsi Kalimantan Tengah, sebagian besar masuk ke datam areal hutan alam primer dan lahan gambut (berdasarkan hasil overlay terhadap Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik lndonesia Nomor SK.851/MENLHKPKTL/IPSDH/PLA.1/2/2020 tentang Penetapan Peta Indikatif Penghentian Pemberian Izin Baru (PIPPIB) Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut Tahun 2020).
Berdasarkan lnstruksi Presiden Republik lndonesia Nomor 05 tahun 2019 Tentang Penghentian Pemberian lzin Baru dan Penyempuranaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut sebagaimana tertuang pada DIKTUM kedua, bahwa penghentian pemberian izin baru bagi pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan alam primer dan lahan gambut, dapat dikecualikan untuk pelaksanaan pembangunan nasional yang bersifat vital, yaitu panas bumi, minyak dan gas bumi, ketenagalistrikan, lahan untuk program kedaulatan pangan nasional antara lain padi, tebu, jagung, sagu, kedelai, dan singkong.
Dengan demikian kegiatan ini merupakan kegiatan yang dapat dilakukan pada Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut, namun tetap harus diperhatikan sistem pengelolaannya terutama untuk gambut dalam ataupun kubah gambut serta hutan alam primer yang berupa hutan mangrove.
Berdasarkan telaahan/kajian tingkungan serta peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh tim ahli/pakar, timdu, dan masukan dari berbagai pihak, baik dari dokumen Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Cepat dan dokumen lingkungan (Amdal) serta data lapangan, di beberapa tokasi rencana FE yang terdapat indikasi gambut (fungsi lindung) dengan ketebatan ≥3 meter serta hutan alam primer (mangrove) direkomendasikan agar tidak dimanfaatkan untuk Kawasan Food Estate.
Dari ±165.000 hektar rencana pengembangan Food Estate, wilayah yang masuk ketegori gambut (fungsi lindung) seluas ±5.567,4 Ha dan hutan alam primer (mangrove) pada Blok C seluas ±6.420,97 Ha. (mmckalteng/dan)