
PALANGKA RAYA, KALTENGTERKINI.CO.ID – Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kalimantan Tengah (Kalteng) beberapa waktu lalu melakukan kunjungan kerja (kunker) ke Kalimantan Selatan (Kalsel). Kunker bertujuan untuk mempelajari kebijakan perlindungan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas.
“Kunker ini menjadi bagian dari penyusunan rancangan peraturan daerah atau raperda yang tengah digodok DPRD Kalteng,” ungkap Ketua Pansus yang juga Ketua Komisi III DPRD Kalteng, Sugiyarto, Jumat (21/3/2025).
Sugiyarto menyatakan, kunjungan tersebut juga bertujuan untuk menggali referensi terkait implementasi kebijakan inklusif yang telah diterapkan di Kalsel.
Disampaikan, dalam kunker itu Pansus DPRD Kalteng telah melakukan pertemuan dengan Dinas Sosial Kalsel, Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas, serta Teras Inklusi Ecoprint Banjarbaru, rombongan Pansus juga meninjau langsung fasilitas di PRSPD Iskaya Banaran.
“Kami melihat bagaimana Pemprov Kalsel telah menjalankan berbagai kebijakan, termasuk Perda Nomor 4 Tahun 2019 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas yang diperkuat dengan Pergub Kalsel Nomor 088 Tahun 2022. Ini menjadi referensi penting bagi Kalteng dalam menyusun kebijakan yang lebih baik,” jelasnya.
Selain regulasi, Pansus DPRD Kalteng juga menyoroti keberadaan Unit Layanan Disabilitas (ULD) di berbagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemprov Kalsel. Langkah konkret ini dinilai mendorong inklusivitas dan pemberdayaan penyandang disabilitas melalui program bantuan, bimbingan teknis, dan advokasi.
Teras Inklusi Ecoprint Banjarbaru menjadi salah satu contoh keberhasilan partisipasi masyarakat dalam mendukung penyandang disabilitas. Kelompok ini didirikan secara mandiri dengan dukungan Dinsos serta Dinas Koperasi dan UMKM Kalsel. Para penyandang disabilitas di Kalsel mendapat berbagai kemudahan dan dukungan dari pemerintah provinsi.
Lebih lanjut, anggota DPRD Kalteng Dapil Kabupaten Lamandau, Sukamara, dan Kotawaringin Barat, menyoroti peran Pemprov Kalsel dalam membentuk ULD Ketenagakerjaan melalui Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Layanan ini menyediakan informasi, pelatihan keterampilan, serta pendampingan karier bagi penyandang disabilitas.
Namun demikian masih terdapat kendala dalam implementasi, khususnya terkait pemenuhan kuota tenaga kerja penyandang disabilitas di sektor pemerintahan dan swasta sesuai amanat undang-undang.
“Masih ada diskriminasi dalam penerimaan tenaga kerja. Padahal, berdasarkan regulasi, instansi pemerintah seharusnya menerima penyandang disabilitas minimal 2%, sementara sektor swasta minimal 1%,” demikian terang Sugiyarto.