Berita Hoax Dalam Perspektif Penegakkan Keadilan Pemilu dan Pemilihan Sebagai Bentuk Perwujudan Kedaulatan Pemilu/Pemilihan Kepala Daerah

Jabatan : Kepala Bagian Hukum, Humas dan Datin
Bawaslu Provinsi Kalimantan Tengah.
Kompleksitas yang dihadapi dalam penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan Kepala Daerah yang selnjutnya disebut dengan pemilihan semakin nyata dihadapan. Setelah pada pelaksanaan pemilu sebelumnya, baik itu pilkada maupun pilpres,masalah terus berputar seputar pada kecurangan antarpasangan calon ditambah adanya issue munculnya kekuatan dari oligarki serta politik uang yang semakin mengemuka, tentunya pada pemilu dan pemilihan kepala daerah di masa mendatang, berbagai pelanggaran yang mungkin saja menemukan variasi terbaru akan bertambah.
Hoaks atau berita bohong adalah salah satu varian baru yang menjadi tantangan terbarukan dalam menegakkan pelaksanaan kedaulatan pemilu. Karena dalam kenyataan keseharian telah terbukti secara meyakinkan dan ampuh sebagai salah issue yang efektif digunakan dalam pelaksanaan Pemilu dan Pemilihan Kepala Daerah yang dilaksanakan pada tahun 2024 serta pelaksanaan Pemilu dan Pemilihan Kepala Daerah yang sebelumnya.
Tingkat rasionalitas pemilih di berbagai tempat dan wilayah daerah sangat bervariasi yang antara lain dipengaruhi oleh berbagai aspek dan faktor pendukung. Hanya saja saja rasionalitas pemilih tersebut dapat dinilai kecendrungannya bahwa tingkat rasionalitas tak mampu menolong untuk tidak percaya begitu saja pada hoaks yang bertebaran.
Pada Pemilihan Kepala Daerah Serentak sebelumnya sempat menguat wacana untuk menjadi semacam contoh atau mengkloning apa yang telah menjadi trend di daerah lain, tentu hal ini menjadi tantangan serius dan jika terjadi akan menjadi luka bagi wajah demokrasi Indonesia. Bukan saja untuk kepentingan kelompok tertentu, tetapi juga berkaitan dengan kedaulatan Pemilu. Jika Pemilu dan Pemilihan Kepala Daerah menjadi kotor, tentunya amat sangat sulit apabila kita berharap demokrasi Indonesia berjalan baik dan benar.
Selanjutnya Apabila kita membaca hoaks dengan Teori Pertanyaan tentang bagaimana hoaks bekerja secara efektif dalam sebuah narasi demokrasi adalah suatu awal untuk bisa mencari dan mendedah tentang akar hoaks yang bisa bekerja langsung dapat melumpuhkan rasionalitas dan nalar. Kerja Hoaks memiliki korelasi dengan Media Massa yang didominasi melalui jaringan online media sosial. Hanya patut dapat dicata bahwa hoaks menyebar di media sosial dan berita online yang belum dapat diverifikasi keshahihan kabar beritanya.
Hoaks menjelma sebagai sebagai sebuah fenomena sosial yang patut dan layak dikaji secara akademis dan ilmiah dimana hoaks fenomena hoaks ini dapat didekato sebagai sebuah teori dan metodologi sekaligus. Mengutip sebuah teori fenomenologi yang disampaikan oleh Edmund Husserl adalah “ cara berpikir untuk memahami fenomena atau penampakan”.
Dia menyimpulkan suatu hal tidak bisa selesai dengan sudut pandang orang pertama, melainkan juga membutuhkan waktu dengan cara mengamati realitas sosial yang terjadi secara terus menerus untuk ditemukan inti menjadi lakon dalam keseharian yang terjadi secara alami.
Selanjutnya dalam pandangan ahli fenomena lain yakni John W. Creswell yang menggunakan fenomenologi sebagai metodologi penting dari penelitian. Karena Peristiwa sehari-hari dilakukan berulang-ulang terdapat inti yang ada di baliknya. Terdapat makna kuasa yang ada didalamnya. Makna penting inilah layak diketahu. Dengan menggunakan kerangka sebagaiman Creswell, makna penting dari hoaks adalah kepentingan didominasi politik yang mendasarinya. Kepentingan ini menjadikan segala cara untuk bisa memenangkan kontestasi demokrasi.
Pada sisi lain, hoaks menjadi mencuat bersamaan dengan kian meningkatnya pengguna media sosial melaui jaringan internet. Informasi yang beredar sementara didapat bahwa dari sekitar lebih kurang 280 juta penduduk Indonesia, sekitar 130 juta lebih adalah pengguna media sosial. Dimana penggunanya sekitar 80% adalah pengguna Facebook selanjutnya Tiktok,Instagram dan media sosial lainnya.
Besarnya pengguna media sosial ini juga berdampak pada mudahnya mengonsumsi berita yang viral beredar. Apabila kita terlebih dahulu menunggu media cetak secara utuh, tetapi kini dengan begitu mudahnya dengan gadget, ponsel saja kita sudah dapat dengan begitu mudahnya kita dapat menerima dan mengonsumsi berita-berita yang beredar dan lagi viral, tentunya berita disampaikan melalui media online yang semakin menjamur bertebaran dan semakin tumbuh menjamur bagai cendawan di musim hujan.
Selain menggunakan analisa fenomenologi hoaks juga bisa dianalisa dan ditelaah melalui teori konstruksi sosial. Bahwa Penyebaran hoaks dalam kerangka Peter L. Berger bisa dilihat dari tiga proses dialektika, yakni eksternalisasi, objektivikasi dan internalisasi. Konteks hoaks dalam setiap Pemilu dan Pemilihan adalah bagian dari ekspresi yang sebenarnya dimana sudah mengendap dalam kelompokn tertentu dan diimlementasikan dalam bentuk serangan siber menggunakan issue SARA terhadap lawan politiknya.
Tahap selanjutnya dikenal dengan objektivikasi, yaitu hasil telah dicapai dari hasil olah pikir dari dalam berbentuk konkret bisa dirasakan oleh realitas yang ada dan nyata. Bentuk nyata objektivikasi berupa hoaks yang tersebar di dalam media sosial. Hoaks dicipta dan memang aktor didalam dan dibelakangnya.
Produk berita bohong disebarkan secara masif dan terencana serta terstruktur. Hoaks juga dapat dibaca dengan menggunakan framing. Ada kata-kata dan penggalan kalimat kata dalam setiap ucapan salah satu pasangan calon yang disebarkan secara berulang-ulang ujarannya dalam menciptakan kebencian dan keresahan.
Dalam teori propaganda yang disampaikan oleh Joseph Gobbels saat Perang Dunia II, menyatakan bahwa kebohongan satu kali hanya akan menjadi kebohongan. Kebohongan berkali-kali akan menjadi satu kebenaran. Hoaks adalah suatu kejahatan struktural yang terorganisir dimana disebutkan dalam juga dalam Kitab Suci bahwa “Fitnah Itu Lebih Kejam Daripada Pembunuhan”. Dalam penyebaran hoaks yang dibunuh adalah identitas dan karakter dari korban yang menjadi sasarannya.
Dengan lakon dalam politik apalagi politik identitas, menempatkan hoaks dengan sistematis dan memang dikerjakan oleh tim tertentu secara struktur dengan maksud tertentu pula, maka kategorisasinya bisa disamakan dengan fitnah secara sistematis dan terstruktur. Hoaks yang menyebarluaskan itu disebabkan adanya framing.
Tegaknya kedaulatan dan keadilan pemilu dan pemilihan kepala daerah adalah suatu yang tentunya harus dilakukan. Hoaks adalah tantangan menjadi ancaman yang sangat serius bagi terwujudnya tujuan demokrasi.
Untuk itu, maka berbagai pihak harus menyatakan dan mengadakan perlawanan. Bahwa keadilan Pemilu harus sudah bisa dirasakan saat semua elemen masyarakat yang mengalami kepuasan terhadap hasil Pemilu dan Pemilihan Kepala Daerah.
Tidak ada lagi yang merasakan adanya kecurangan dan dicurangi sehingga tidak ada lagi menggunakan cara-cara kotor untuk menjatuhkan lawan politik. Demokrasi yang sehat adalah saat antar sesama pasangan calon saling bertarung untuk menampilkan visi misi program dengan agenda untuk Kesejahteraan Rakyat.
Kemenangan pemilu yang sejati adalah saat rakyat merasa semakin sejahtera taraf hidupnya sehingga mampu berdikari menjadi Tuan Rumah yang berdaulat di Negerinya sendiri.