
PALANGKA RAYA, KALTENGTERKINI.CO.ID – Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Doris Sylvanus kembali mendapatkan kritikan masyarakat dugaan malpraktik penanganan bayi yang menyebabkan kematian.
Seorang Afner Juliwarno dan Meiske Angglelina Melaporkan ke Kepolisian Daerah Kalimantan Tengah atas kematian bayi mereka yang gagal ditangani oleh pihak Rumah sakit.
Suami istri tersebut protes karena belum menerima penjelasan medis oleh pihak rumah sakit yang mengatakan bahwa bayi mengalami kebocoran jantung.
Afner Juliwarno mengaku belum sama sekali menerima penjelasan ilmiah. Bahkan ia terkejut karena sebelumnya tidak ada diagnosa kebocoran jantung pada anaknya.
“Saya tidak pernah mendapatkan penjelasan oleh rumah sakit, dari sejak kematian anak saya sampai sekarang. Anak saya sebelumnya ketika diagnosa di RS Muhammadiyah tidak ada bocor jantung, bocor paru, anak saya sehat jantung dan parunya,” kata Afner.
Pihak RSUD Doris Sylvanus mengadakan jumpa pers untuk menjelaskan Kronologi penanganan. Dijelaskan oleh Dr. Anto pihak bidang pelayanan medik bahwa Pasien bayi “D” lahir pada tanggal 9 Januari 2024, di luar RS Doris Sylvanus. Kemudian pada tanggal 12 Januari 2024 pasien dirujuk ke RS Doris atas indikasi kembung dan muntah, kemudian dilakukan pemeriksaan yang diperlukan serta penanganan awal. Rabu, (20/3/2024).
“Setelah diperiksa ditemukan keadaan bertambah kembung, yang mengarah pada kegawatan. Kemudian diputuskan untuk melakukan tindakan bedah dengan tujuan life saving. Setelah penjelasan oleh dokter kepada keluarga, keluarga memberikan persetujuan operasi pada tanggal 16 Januari 2024, atas indikasi sumbatan usus (ileus Obstruktif) diduga megakolon,” ungkapnya.
Lanjut Anto, Pada diagnosa awal pasien diduga megakolon (pelebaran atau pembesaran yang tidak normal pada usus besar) sehingga akan dipasangkan stoma (lubang di perut untuk mengeluarkan limbah dari tubuh).
Tetapi pada pasien ini, itu bukan megakolon setelah dibuka yang ditemukan adalah usus halus bagian yang dekat dengan usus besar tidak terbentuk sehingga terjadi pembuntuan yang menyebabkan perutnya semakin kembung.
Perutnya semakin kembung itu bisa menyebabkan desakan ke rongga dada dan bisa kebocoran, sehingga saat itu perlu dilakukan tindakan life saving.
Terkait jantung bocor, Anto menjelaskan bahwa Jadi pemeriksaan yang dilakukan sebelum dirujuk ke Doris Sylvanus adalah berupa USG.
“Tetapi pemeriksaan USG itu ada batasannya, jadi pada saat operasi menemukan kelainan bawaan di mana usus tidak terbentuk maka kita harus mencari (diagnosa) yang lain juga, kemudian dilakukanlah pemeriksaan ekokardiografi (echocardiography) yang kemudian menemukan lubang di jantungnya,” Jelas Anto.
Pasien dirawat di ruangan yang sesuai dengan kondisinya. Pasien tetap dilakukan observasi pemeriksaan, perawatan, dan terapi yang diperlukan sesuai dengan kondisinya setelah operasi. “Setelah itu, 9 hari pasca operasi, pasien mengalami gagal napas, dan pada hari ke 9 tersebut diputuskan untuk dimasukkan ke ruang ICU dan dipasang ventilator, namun kondisi pasien tetap menurun dan meninggal pada tanggal 25 Januari 2024,” tutupnya.
Selanjutnya, Direktur RSUD Doris Sylvanus Ady Fraditha mengaku bahwa rumah sakit dan tenaga medis dan kesehatan sudah bertugas sesuai dengan prosedur yang berlaku. “Dan sudah kmi lakukan tindakan oleh dokter kami, komunikasi dan edukasi kepada orang tua pasien, dan disetujui oleh orang tua pasien,” terangnya.