
PALANGKA RAYA, KALTENGTERKINI.CO.ID – Sebagai tindak lanjut pemberlakuan UU Cipta Kerja dimana undang undang cipta kerja memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk bisa merasakan hasil perkebunan sawit yang di jalankan oleh perusahaan sawit, pembagian lahan sebesar 20 persen tersebut tidak lain untuk meningkatkan perekonomian masyarakat dan kesejahteraan masyarakat serta meningkatkan PAD Pemerintah daerah baik kabupaten maupun provinsi.
Hal tersebut mendapat dukungan dari pemerintah provinsi atas diterapkan nya UUCK dan sekaligus mendukung pernyataan gubernur bahwa wajib hukumnya pihak investor perkebunan sawit melaksanakan undang-undang pembagian hak plasma kepada masyarakat lokal.
Dukungan tersebut disampaikan oleh pemerintah provinsi melalui Plt. Kepala Dinas Perkebunan (Disbun) Provinsi Kalimantan Tengah saat menghadiri Forum Diskusi yang diselenggarakan oleh Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) dengan tema “Prospek Perkebunan Kelapa Sawit Pasca Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK)”, bertempat di Swiss-Bellhotel Danum Palangka Raya, Senin (05/02/2024).
Turut hadir pada forum diskusi ini antara lain Kapolda Kalteng, Danrem 102/Panju Panjung, mewakili Kajati Kalteng, mewakili Bupati Kotim, mewakili Bupati Gumas, mewakili Pj. Bupati Seruyan, Sekjen GAPKI Pusat M. Hadi Sugeng, Ketua GAPKI Cabang Kalteng bersama jajaran, Ketua Asosiasi/Profesi Provinsi Kalteng, serta Pengamat Hukum Lingkungan dan Kehutanan Noto Sadino.
Produk kelapa sawit merupakan produk ekspor yang saat ini diekspor ke lebih dari 160 negara, yang menjadikan neraca perdagangan Indonesia selalu positif berkat sumbangsih sektor industri sawit. Selain itu, industri kelapa sawit juga menyerap tenaga kerja yang sangat banyak yaitu dengan total 16,2 juta tenaga kerja, dengan luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia mencapai 16,38 juta hektar. Sekitar 41% atau 6,7 juta hektar dikelola dan dimiliki oleh petani, sedangkan sisanya seluas 9,68 juta hektar dikelola oleh BUMN dan PBSN.
Menurut data dari Direktorat Jenderal Perkebunan, perkebunan kelapa sawit Kalteng terluas ketiga secara nasional setelah Riau dan Kalimantan Barat, dan pada tahun 2022 luas perkebunan sawit di Kalteng adalah 1,9 juta hektar, terdiri dari perkebunan rakyat seluas 330 ribu hektar dan selebihnya 1,5 juta dikelola oleh Perusahaan Swasta Nasional.
Pada forum diskusi yang dibuka secara resmi oleh Gubernur Kalteng H. Sugianto Sabran, disampaikan bahwa kehadiran para pengusaha sangat dibutuhkan dalam pembangunan daerah, dengan adanya investasi yang dilakukan oleh pengusaha bersama-sama pemerintah dapat membuka lapangan kerja, mengurangi angka kemiskinan, membangun SDM, serta membangun infrastruktur dan lain sebagainya.
“Pemerintah Provinsi Kalteng optimis dan mengapresiasi adanya iklim investasi sawit yang baik, dan mendorong agar hasil produksinya berdampak kepada masyarakat antara lain untuk penanganan kesehatan, penyerapan tenaga kerja, pendidikan, infrastruktur hingga peningkatan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat,” ucapnya.
Pada kesempatan tersebut, Gubernur Kalteng menegaskan pentingnya perusahaan kelapa sawit di Kalteng untuk memperhatikan masyarakat sekitar perusahaan, dan sesuai amanat undang-undang bahwa skema Fasilitasi Pembangunan Kebun Masyarakat (FPKM) mewajibkan perusahaan memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat 20% dari luas lahan.
Hal senada disampaikan oleh Plt. Kadisbun Provinsi Kalteng H. Rizky R. Badjuri, dalam keterangannya menyoroti tentang kewajiban perusahaan untuk membangun kebun masyarakat sekitar, yang ketentuannya sudah dengan jelas diatur dalam Permentan RI Nomor 18 Tahun 2021 tentang Fasilitasi Pembangunan Kebun Masyarakat sekitar.
“Sesuai dengan ketentuan bahwa Fasilitasi Pembangunan Kebun Masyarakat menjadi tanggung jawab perusahaan, untuk memberikan dukungan dan kemudahan akses pembiayaan, akses pengetahuan dan teknik budidaya dalam membangun kebun sampai tanaman menghasilkan dalam rangka menciptakan kesejahteraan masyarakat,” kata Rizky.
Selanjutnya, untuk pelaksanaan dari Permentan 18 tahun 2021 ini dilakukan dengan cara pola kredit, pola bagi hasil, bentuk pendanaan lain yang disepakati para pihak, dan/atau bentuk kemitraan lainnya.
“Untuk kegiatan usaha produktif perkebunan, diberikan pembiayaan minimal setara dengan nilai optimum produksi Kebun di lahan seluas 20% dari total areal Kebun yang diusahakan oleh Perusahaan Perkebunan,” pungkasnya.