
PALANGKA RAYA, KALTENGTERKINI.CO.ID – Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Kalteng, Taufik Saleh mengimbau agar masyarakat tetap berbelanja secara bijak dan menghindari panic buying.
Demikian pula agar para pedagang tidak memanfaatkan psikologi pasar dengan menaikkan harga secara berlebihan, Bank Indonesia mengharapkan inflasi Kalimantan Tengah pada April 2023, di mana terdapat momentum Idul Fitri tahuhn ini, tetap terkendali di tengah meningkatnya permintaan dan mobilitas masyarakat.
Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Kalteng dan Bank Indonesia telah menyiapkan berbagai langkah pengendalian jelang Idul Fitri 2023, yang akan jatuh pada bulan April 2023, untuk memastikan tetap menjaga tersediaan pasokan dan keterjangkauan harga berbagai komoditas utama.
Hal ini diungkapkan Tafik Saleh saat menggelar acara temu media dalam rangka mendiseminasikan perkembangan ekonomi terkini di Kalimanntan Tengah, khususnya selama Ramadan dan menjelang hari raya Idul Fitri tahun 2023, di gedung Kantor BI Provinsi Kalteng, Rabu (5/4/2023).
Menurutnya, kegiatan operasi pasar dan pasar penyeimbang akan terus diintensifkan oleh Pemerintah Provinsi, khususnya untuk komoditas beras bekerjasama dengan Bulog Kalteng.
Upaya peningkatan pasokan ke depan telah diupayakan melalui pengembangan beras IR-42 pada periode tanam April-September 2023.
Realisasi inflasi gabungan 2 (dua) Kota IHK di Kalimantan Tengah pada Maret 2023 yang bersamaan dengan dimulainya periode Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) tetap terkendali, namun perlu diwaspadai kenaikan tarif dan harga komoditas tertentu.
Tercatat inflasi gabungan di Kalimantan Tengah pada Maret 2023 sebesar 0,50% (mtm), meningkat dibanding bulan sebelumnya sebesar 0,10% (mtm), terangnya.
Meskipun terjadi peningkatan, lanjut Taufik, inflasi bulanan Maret 2023 tersebut lebih rendah dibandingkan dengan pola historis inflasi periode Ramadan, dimana pada April 2022 tercatat sebesar 0,97% (mtm) dan pada Maret 2022 sebesar 0,79% (mtm).
Dengan perkembangan tersebut, inflasi gabungan Kalimantan Tengah pada Maret 2023 secara tahunan melandai menjadi 5,62% (yoy) dari bulan Februari 2023 yang mencapai 5,93% (yoy).
Pencapaian ini tidak terlepas dari sinergi yang erat dari berbagai pihak dalam Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID), baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota di Kalimantan Tengah, yang menunjukkan perhatian besar dalam melakukan langkah-langkah pengendalian inflasi.
Ia menambahkan, bersama Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah, Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) berupa penyelenggaraan operasi pasar se-Kalteng dan gerakan pangan mandiri ”AYO MALAN” telah dicanangkan pada High Level Meeting (HLM) TPID Provinsi Kalimantan Tengah pada 15 Maret 2023 yang diikuti seluruh kabupaten/kota.
Taufik Saleh menyampaikan sesuai rilis BPS inflasi pada Maret 2023 terutama didorong oleh kelompok makanan, minuman dan tembakau seiring meningkatnya harga (1) beras, (2) cabai rawit, (3) ikan tongkol, (4) ikan gabus dan (5) rokok kretek filter.
Peningkatan harga beras diantaranya berkaitan dengan penetapan kenaikan harga beli gabah dan HET beras oleh Pemerintah, merespon terus meningkatnya biaya input yang tercermin Indeks Biaya Produksi dan Penambahan Barang Modal (BPPBM).
Berdasarkan rilis BPS, tambah Taufik, tercatat Indeks BPPBM untuk tanaman pangan di Kalteng pada Maret 2023 sebesar 116,49 atau meningkat 5,32% (yoy), dibandingkan Maret 2022 sebesar 110,61. Sementara itu, kenaikan harga rokok kretek filter seiring dengan kenaikan tarif cukai rokok sebesar 10% pada tahun 2023.
Kelompok komoditas penyumbang inflasi berikutnya, berasal dari kelompok transportasi utamanya akibat kenaikan tarif angkutan udara.
Harga tiket pesawat meningkat seiring dengan tingginya permintaan menjelang Ramadan yang bertepatan dengan libur nasional, di tengah masih terbatasnya frekuensi penerbangan ke/dari Kalimantan Tengah.
Berdasarkan rilis BPS, selama Januari-Februari 2023, jumlah penumpang angkutan udara meningkat sebesar 28,82% (ctc), sementara dari sisi frekuensi penerbangan meningkat terbatas sebesar 11,35% (ctc). Hal ini tentunya tidak lepas dari masih terbatasnya jumlah maskapai yang dapat dioperasikan pihak maskapai pasca pandemi COVID-19 (scarring effect).