
SAMPIT, KALTENGTERKINI.CO.ID – Ratusan warga memadati ruang rapat DPRD Kotim untuk mengadukan kejelasan dan hak warga terkait pemanfaatan pinggiran sungai sebagai hak Ulayat masyarakat adat dan sebagai tempat mata pencaharian sehari-hari yang di duga ditanami kelapa sawit oleh pihak perusahaan, DPRD Kabupaten Kotim yang didatangi ratusan warga menerima ratusan warga tersebut dan langsung menggelar rapat dengar pendapat.
Rapat dengar pendapat (RDP) tersebut di pimpin oleh Rimbun dan Wakil ketua Hairis Salamad. Dari Perwakilan warga. Ejeng selaku juru bicara mewakili warga menyebutkan areal yang mereka persoalakan ini adalah sepadan sungai, mereka melihat disitu sengaja ditanam kelapa sawit oleh pihak PT SSM. Sementara mereka, masyarakat lokal banyak bergantung hidup dari sungai tersebut.
“Kami masyarakat desa Sebabi meminta penjelasan tegas tentang hak dan kewenangan kami sebagai masyarakat desa Sebabi kecamatan Telawang dan akan menggunakan, mengelola, merawat, dan memanfaatkan sungai dan segala yang ada di sepadan sungai, yang termasuk hak ulayat adat masyarakat kami” ucap Ejeng.
Selain itu, kata dia masyarakat desa Sebabi mendorong Pemda Kotim untuk menindak tegas pihak perusahaan PT. Sukajadi Sawit Mekar (SSM) yang melakukan pelanggaran menggarap dengan menanam tanaman sawit.
“Sebagai pembuktian kalau nenek moyang kami hidup dengan cara memanfaatkan sungai dan sepadannya untuk bertahan hidup dan salah satu bukti yang masih ada sampai sekarang berupa kuburan atau sandung sapundu yang terdapat di beberapa sungai, walaupun bentuk dan rupanya tidak utuh lagi karena termakan waktu dan zaman. Tetapi itu semua bukti kuat kalau sungai dan sempadan sungai adalah hak ulayat adat kami sebagai masyarakat”, tegasnya. Selasa ( 7/2/2023)
Sementara itu, Kepala DLH Kotim, Machmoer menyebutkan persoalan penanaman di sempadan sungai ini sejatinya sudah pernah dimediasi oleh Pemkab Kotim, Saat itu PT SSM mengakui bahwa mereka menanam di sempadan sungai tersebut, walaupun itu masuk dalam areal Hak Guna Usaha (HGU) PT SSM sendiri.
PT SSM melakukan penanaman itu pada tahun 2006 silam, saat itu PT SSM menyatakan keterlanjuran ini terjadi sehingga mereka menjadikan areal itu sebagai lahan konservasi milik PT SSM itu sendiri. Alhasil dengan begitu tidak ada satu pihak pun yang bisa mengambil dan mengelola tanaman sawit di sempadan tersebut. Sebab jika dikelola dikhawatirkan akan mempengaruhi kualitas air dan lain sebagainya di sungai tersebut.
“Saran kami untuk masalah ini adalah kembalikan ke areal konservasi seutuhnya biarkan tanaman sawit itu mati sendiri jangan dikelola selain itu perusahaan wajib menanam pohon penghijauan sebagaimana yang sudah diatur dalam ketentuan,’ kata Macmoer.
Sementara itu, Manager PT SSM Susanto Fitriadi menegaskan pihaknya memang selama ini tidak ada lagi mengelola areal itu dan perusahaan sudah menjadikan areal sempadan ini sebagai kawasan konservasi milik PT SSM. Areal itu masuk dalam HGU PT SSM.
“Persoalan ini sebenarnya sudah berulang kali terjadi. Kami bersama unsur pihak kecamatan di Telawang sudah berulang kali menjelaskan areal konservasi itu tidak bisa diganggu dan diotak – atik siapapun baik itu masyarakat dan juga perusahaan dalam hal ini PT SSM” tandas Susanto.