Gebyar UMKM 2024, Pelaku Usaha Wilayah Barat Diharapkan Naik Kelas dan Berkembang Optimal
Tata Cara Pengakuan Keberadaan MHA, Jadi Pedoman dalam Identifikasi, Inventarisasi dan Validasi Usulan Masyarakat Adat
PALANGKA RAYA, KALTENGTERKINI.CO.ID – Pemerintah Provinsi Kalteng meluncurkan Pedoman Tata Cara Pengakuan Keberadaan Masyarakat Hukum Adat (MHA) Provinsi Kalteng.
Acara ini juga dihadiri Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Kalimantan Tengah, Fahrizal Fitri mewakili Gubernur Kalteng H. Sugianto Sabran, sekaligus membuka secara langsung acara Peluncuran Pedoman Tata Cara Pengakuan Keberadaan Masyarakat Hukum Adat (MHA) Provinsi Kalteng yang digelar di aula Eka Hapakat, Kantor Gubernur Kalteng, dilaksanakan secara offline dan daring, dan disiarkan langsung melalui akun resmi media sosial Dinas Kominfosantik Provinsi Kalteng, Kamis (27/01/2021).
Gubernur Kalteng H. Sugianto Sabran melalui Sekda Provinsi Kalteng Fahrizal Fitri menyampaikan dengan diterbitkannya petunjuk teknis mengenai Tata Cara Pengakuan Keberadaan MHA Provinsi Kalteng ini, diharapkan dapat menjadi pedoman bagi Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota serta berbagai pihak secara khusus kepada panitia MHA Kabupaten/Kota dalam melakukan kegiatan identifikasi, inventarisasi dan validasi terhadap usulan dari masyarakat adat dalam rangka penetapan dan pengakuan MHA maupun hutan adat yang telah disampaikan kepada Bupati/Walikota, agar segera diproses lebih lanjut terhadap berkas persyaratan yang telah disampaikan.
Sekda menambahkan, hal tersebut sangat penting dan strategis karena akan memberikan manfaat bagi Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota, masyarakat Adat Dayak, serta berbagai pihak terkait dalam mematuhi proses setiap tahapan untuk mewujudkan dan mendukung kinerja MHA di Provinsi Kalteng melalui Satuan Organisasi Perangkat Daerah yang membidangi urusan di bidang Lingkungan Hidup.
Oleh karenanya, Fahrizal Fitri mengajak untuk bersama-sama dengan segenap lapisan masyarakat Adat Dayak di Kalteng, serta senantiasa memohon ridho dari Tuhan Yang Maha Esa dan dengan mengedepankan filosofis “Huma Betang”, yang didasari atas empat pilar utama yaitu kejujuran, kesetaraan, kebersamaan dan menjunjung tinggi berlakukanya hukum adat dan hukum Nasional.
“Kita mampu menyelesaikan dan menuntaskan proses menuju pengakuan dan perlindungan Masyarakat Hukum Adat Dayak di Kalimantan Tengah yang semakin Berkah”, jelas Fahrizal Fitri.
Sementara, hadir secara virtual Keynotes Speech diantaranya Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Republik Indonesia (RI), Alue Dohong yang menyampaikan tentang Peran Masyarakat Adat dalam Pengeloaan Hutan.
Alue Dohong mengatakan untuk pertama kalinya dalam sejarah NKRI, Pemerintah memberikan pengakuan kepada masyarakat hukum adat dan areal hutan adatnya. Pengakuan dimaksud merupakan bentuk pengakuan Negara kepada hak-hak tradisional masyarakat hukum adat serta nilai-nilai asli dan jati diri asli Bangsa Indonesia yaitu masyarakat Hukum Adat.
Alue Dohong menuturkan, berdasarkan ketentuan yang berlaku sesuai dengan Peraturan Kementerian LHK, ketentuan utama dalam proses pengajuan hutan adat adalah masyarakat hukum adat yang mengajukan permohonan penetapan hutan adat telah mendapat pengakuan dari Pemerintah Daerah dalam bentuk Peraturan Daerah dan/atau produk hukum Daerah mengenai pengakuan masyarakat Hukum Adat.
“Jadi masyarakat hukum adatnya yang diakui”, tegas Alue Dohong.
Sekda Fahrizal Fitri menambahkan, dasar hukum penyusunan tatacara pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat berdasarkan Undang-undang nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup, BAB IX, Pasal 63, ayat (2) huruf n berbunyi dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, Pemerintah Provinsi bertugas dan berwenang menetapkan kebijakan mengenai tata cara pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat, kearifan lokal dan hak masyarakat hukum adat yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pada tingkat Provinsi.
Kemudian hadir juga Plt. Direktur Utama Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup, Kementerian Keuangan Djoko Hendratto yang memaparkan tentang Peluang Dukungan Dana Bagi Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Hutan. Djoko Hendratto menyampaikan terkait aspek yang menjadi pertimbangan dalam penyaluran dana program oleh Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH), ada 3 hal yang harus terpenuhi yaitu peran masyarakat hukum adat, peran perempuan dalam kerangka kesetaraan gender dan aspek sosial dan lingkungan.
Diutarakan oleh Djoko Hendratto, 3 hal tersebut tertuang dalam kerangka pengaman (Safeguard).
“Ketika bisa memastikan ketiga peran dimaksud, hal itu akan meminimalkan resiko yang berpotensi memberikan dampak pada masyarakat sekitar hutan, khususnya masyarakat hokum adat dan perempuan, lingkungan sosial dan lingkungan hidup”, tutur Djoko Hendratto.
Kegiatan ini dirangkai dengan diskusi dan tanya Jawab yang dipandu oleh Ketua Yayasan Borneo Nature Juliarta Bramansa Ottay. (mmckalteng/dan)